Minggu, 28 Desember 2014

Pembangunan Daerah Perbatasan

PEMBANGUNAN DAERAH PERBATASAN
(Studi Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)-Negara Republic Democratik Timor Leste (RDTL)

Wilfridus Taus 11*, Dr. Imam Hanafi, Msi 22*, Dr. Irwan Noor, MA 33*
Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Abstrak
Pembangunan daerah perbatasan lebih penting karena perbatasan antar negara menjadi pintu gerbang negara secara keseluruhan. Untuk menegakan pembangunan daerah perbatasan sedemikian itu dengan mengikuti perubahan paradigma yang menggabungkan proses perencanaan pembangunan dari atas (top down) dengan  mempertimbangkan usulan dari bawah (bottom up), maka pola pendekatan dalam perencanan itu diintegrasikan dalam suatu dokumen perencanaan yang sinergis. Dokumen perencanaan pembangunan yang tidak sinergis dan tidak lengkap sebagai hasil penelitian di daerah perbatasan kabupaten Timor Tengah Utara dengan negara Republik Democratik Timor Leste (NRDTL) mengakibatkan proses perencanaan yang lebih di dominasi oleh pendekatan top down serta pendekatan politik. Dengan didominasi oleh pendekatan itu sehingga implementasi program perencanaan pembangunan belum memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mendesak di daerah perbatasan.

Kata Kunci: Pembangunan Daerah Perbatasan.

Abstract
Border-region development must be more important because international border is called as national gate. The enforcement of border-region development has followed a paradigm change which combines between planning the development process from the top level (top-down) and considering the advice from below (bottom-up). Research is conducted at the border-region between Timor Tengah Utara District (TTU) and Oecusi District at Republic of Democratic Timor Leste (NRDTL). Research method is qualitative descriptive method. Planning is still dominated by top-down approach and political approach. As a result, transportation access, communication, health care and education are unresolved serious problems. The integration of planning in the Development Planning Assembly (Musrenbang), Community Empowerment National Program (PNPM), and Non-Governmental Organization (NGO) are the supporting factors. Incomplete development planning document and less optimum use of development budget are the factors constraining the planning of border-region development. It is concluded that development planning at low level and development planning at local level remain inconsistent.
Keywords : Border Region Development




PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, proses perencanaan pembangunanya masih mempunyai peranan yang sangat besar sebagai alat untuk mendorong dan mengendalikan proses pembangunan secara lebih cepat, dan terarah. Salah satu alasanya karena terdapat begitu banyak pulau-pulau dan daerah-daerah yang terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga berdampak pada persebaran informasi belum merata ke seluruh tempat dan juga keterbatasan prasarana dan sarana penghubung. Dengan demikian, idealitas “perencanaan” merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Menurut Waterston (1965, h.26), bahwa pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Kunarjo (2002, h.14) menyebut perencanaan sebagai; “Suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu”.
Kondisi seperti ini, menuntut kesadaran dari pemerintah pusat agar tidak hanya  melakukan proses perencanaan pembangunan pada tingkat nasional yang bersifat sentralistis (Sentralisasi), tetapi harus memberikan kewenangan yang bersifat desentralistis (Desentralisasi) kepada daerah-daerah untuk turut merencanakan (proses perencanaan pembangunan). Hubungan perencanaan pembangunan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat di sederhanakan oleh Nugroho dan Wrihatnolo (2011, h.56) artinya Proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJM kemudian di jabarkan ke dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), kemudian menyusun Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Kendati demikian, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus mempunyai perhatian yang lebih terhadap daerah-daerah perbatasan, kemudian dijadikan sebagai prioritas pembangunan. Prioritas pembangunan daerah perbatasan yang sudah dituangkan dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 5 tahun 2010, Bappenas (2003), menempatkan wilayah perbatasan sebagai salah satu prioritas pembangunan bangsa. Propinsi NTT sebagai daerah perbatasan yang berbatasan langsung dengan dua negara sekaligus, yakni Australia dan Negara baru Republik Timor Leste. Dengan itu, propinsi NTT sangat perlu menjadikan pembangunan daerahnya sebagai prioritas.
Dalam Penjabaran RPJMD tahun 2009-2013 propinsi NTT menjadi 8 (delapan) agenda pembangunan. Kedelapan agenda tersebut diakronimkan dengan sebutan Anggur Merah (Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera). Agenda-agenda ini sesungguhnya jauh lebih penting bagi kesejahteraan masyarakat NTT selanjutnya, sehingga dalam rancangan penyusunan RPJMD periode 2013-1018 masih tetap program tersebut, salah satunya adalah: Agenda khusus: penanggulangan kemiskinan, pembangunan daerah perbatasaan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan daerah rawan bencana. Kesinergian dalam konteks ini, daerah-daerah kabupaten/kota yang berada di propinsi NTT dan posisi letaknya berbatasan langsung dengan negara tetangga khususnya Republik Denocratic Timor Leste (NRDTL) baik darat maupun laut maka sekiranya mengejawantahkan kesinergian dimaksud. Terkait dengan itu, salah satu kabupaten yang berbatasan darat dengan negara baru Republik Democratik Timor Leste (NRDTL) adalah kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sudah harus menjadikan pembangunanya sebagai agenda khusus yang harus di prioritaskan.
Artinya, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang berbatasan dengan daerah Distric Oeccussie Negara Republik Demokratik Timor Leste, perlu di dorong untuk meningkatkan pembangunanya di segala sektor. Untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang dan sektor sebagaimana yang telah diamanatkan melalui RPJMD dan RTRW propinsi maka pemerintah kabupaten TTU seyogyanya menjadikan pembangunan daerah sebagai daerah perbatasan sebagai prioritas. Akan tetapi dalam RPJMD Kabupaten TTU periode 2011-2014 tidak tersirat mengenai pengembangan daerah sebagai daerah perbatasan yang mestinya di jadikan sebagai agenda khusus. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Perencanaan Pembangunan daerah Perbatasan? (Studi Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)-Negara Republic Democratik Timor Leste (RDTL). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembangunan daerah perbatasan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Politik
Siagian (1982, h.39), menafsirkan pendekatan politik pada proses dan tindakan politik pembangunan. Dijelaskanya lagi bahwasanya; “Pada suatu negara yang terbelakang ada tiga tahap penting yang perlu dilalui dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan politik dalam rangka pembangunan nasional, salah satunya adalah menciptakan stabilitas politik, selanjutnya stabilitas politik tidak boleh dijadikan sebagai tujuan pembangunan di bidang politik”. Dalam pada itu stabilitas politik itu pada fase pertama mutlak diperlukan sebagai landasan yang kuat untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

Pendekatan Teknokratik
Untuk mencapai titik kebenaran dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah  Daerah (RKPD), pendekatan teknokratik memilih beberapa hal yang mesti dilaksanakanya, yakni; (1) Review menyeluruh tentang kinerja pembangunan tahun lalu; (2) Rumusan status, kedudukan kinerja penyelenggaraan urusan wajib/pilihan pemerintahan daerah masa kini; (3) Rumusan peluang dan tantangan ke depan yang mempengaruhi penyusunan RKPD; (4) Rumusan tujuan, strategi, dan kebijakan pembangunan; (5) Pertimbangan atas kendala ketersediaan sumberdaya dan dana (kendala fiskal daerah); (6) Rumusan dan prioritas program dan kegiatan SKPD berbasis kinerja; (7)Tolok ukur dan target kinerja capaian program dan kegiatan dengan mempertimbangkan Standar Pelayanan Minimal; (8)Tolok ukur dan target kinerja keluaran; (10)Tolok ukur dan target kinerja hasil; (11) Pagu indikatif program dan kegiatan; (12) Prakiraan maju pendanaan program dan kegiatan untuk satu tahun berikutnya; (13) Kejelasan siapa bertanggungjawab untuk mencapai tujuan, sasaran dan hasil, serta waktu penyelesaian, termasuk review kemajuan pencapaian sasaran.

Pendekatan Partisipatif
Mustopadidjaja, Dkk (2012, h.418), secara permisif sedikit mengkritisi kinerja pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat dan cara-cara mengikut-sertakan masyarakat untuk proses pembangunan, yakni: “Peningkatan kualitas pembangunan yang inklusif dan berkeadilan tetap menjadi agenda prioritas pemerintahan, mengingat pelaksanaan agenda keadilan sampai saat ini belum mampu mewujudkan sepenuhnya hasil yang diinginkan. Penyebabnya antara lain proses pembangunan yang partisipatif belum banyak diterapkan, sehingga keadilan dan keikutsertaan masyarakat secara luas belum berjalan sebagaimana mestinya.

Pendekatan Top-Down
Pendekatan top-down lebih diartikan sebagai; tata cara dan mekanisme penyusunan rencana pembangunan daerah, di sinergikan dengan program-program yang telah direncanakan oleh pemerintah pusat. Dasar Pemikiran ini mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang secara teknis melaksanakan konsep perencanaan berdasarkan pendekatan tersebut. Prosedur dan mekanisme rencana kerja pemerintah daerah ini akan menjadi kekuatan besar, jika pendekatannya dijadikan sebagai pendukung dan penunjang Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD), sebab Sabatier dalam ekowati (2009:129) telah merumuskan tiga kekuatan yang dimiliki oleh top down yaitu:
1.       Aspek penting dari kebijakan telah dikonfirmasi dan dirumuskan secara gamblang.
2.       Variabel yang potensial mempengaruhi pencapaian sasaran-sasaran fokus secara relatif dapat dikontrol
3.       Menghindari penilaian negatif kepada peforma birokrasi pemerintah.

Tidak hanya kekuatan saja, tetapi masih ada juga kelemahan dari pada pendekatan top-down yang dijelaskan lebih lanjut oleh Sabatier dalam ekowati (2009, h.129), yaitu:
(1)    Sebuah kebijakan yang dirumuskan secara berkelanjutan walau secara jelas telah dirumuskan, menyulitkan pemerintah mengakui nuansa persoalan baru yang berkembang dalam masyarakat.
(2)    Cenderung melahirkan proses kebijakan publik yang tidak demokratis, bahkan sangat mungkin melahirkan rezim politik yang otoritaria.

Pendekatan Bottom-Up
Proses penjaringan aspirasi masyarakat dari tingkat bawah melalui tahapan musyawarah di tingkat RT, tingkat Dusun, tingkat desa/kelurahan dan tingkat kecamatan yang dilakukan secara terus-menerus, kemudian ditetapkan di tingkat kabupaten sebagai inti kebutuhan masyarakat akan menjadi sebuah wujud dari pada pendekatan bottom-up. Meskipun demikian tetapi pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up, dalam pelaksanaan perencanaanya tidak bisa dilepas-pisahkan, sebab kedua-duanya memiliki keterkaitan di dalamnya. Oleh sebabnya, Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa, pendekatan atas-bawah (top down) dan bawah ­atas (bottom up) dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah (top-down) dan bawah atas (bottom-up) diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.

Strategi Pembangunan Daerah Perbatasan
Secara umum dalam pengembangan daerah perbatasan diperlukan suatu pola atau kerangka penanganan daerah perbatasan yang menyeluruh (holistik) meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta koordinasi dan kerjasama secara efektif yang dimulai dari pemerintah pusat sampai ke tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro dan disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan, sedangkan jangkauan pelaksanaanya bersifat strategis sampai dengan operasional. Penulis mengadopsi pemikiranya Wanggai (2012, h.258) yang dijadikan sebagai kesimpulan atas penggunaan strategi khusus dimanfaatkan oleh pemerintah propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dikatakanya bahwa; “Propinsi NTT adalah wilayah Indonesia yang perlu sentuhan kita semua. Kita menata perencanaan regional yang baik, membenahi strategi dan kebijakan yang tepat, menguatkan kelembagaan, dan mengalokasikan dana yang efektif. Semoga dengan begitu, percepatan pembangunan di daerah ini bisa membawa kemajuan bagi rakyat NTT dan tentunya dapat mewujudkan Tanah Timor Lebe Bae!.

METODE PENELITIAN
Data yang akan terkumpul dalam penelitian ini adalah data deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainya, pertanyaan dengan kata tanya, mengapa, alasan apa dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti, Moleong (2009). Dengan  fokus penelitian ini adalah: Perencanaan pembangunan daerah perbatasan yang dikelompokan menjadi 3 (tiga) bagian diantaranya: dokumen perencanaan; musyawarah perencanaan pembangunan; dampak perencanaan pembangunan. Selanjutanya menganalisis faktor pendukung dan penghambat perencanaan pembangunan yang dapat dirincikan ke dalam 2 (dua) bagian yakni: Faktor pendukung internal dan eksternal; Faktor penghambat internal dan eksternal.

PEMBAHASAN
Perencanaan Pembangunan Daerah
Dalam Rencana Kerja (RKPD) badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) memperlihatkan bentuk perencanaan tahunan dari bappeda yang dilaksanakan pada tahun 2013, perencanaan ini melingkupi seluruh kecamatan termasuk kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Timor Leste, selain itu, dalam RKPD tersebut telah mengakomodasikan seluruh bidang-bidang yang sangat perlu dan dibutuhkan, seperti infrastruktur jalan, jembatan, peningkatan perekonomian masyarakat, peningkatan sarana pendidikan, dan kesehatan. Meskipun dalam rancangan usulan perencanaan pembangunan itu diketahui bahwa prioritas pembangunan daerah perbatasan tidak terlalu nampak namun kewenangan daerah kabupaten untuk mengelola kawasan perbatasan sangat terbatas, karena sebagian besar kewenangan pengelolaanya masih berada di pada pemerintah pusat. Kendati demikian, Kabupaten TTU tetap memprioritaskan pengembangan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis daerah.
Dalam konteks ini, pemerintah kabupaten TTU memandang perbatasan sebagai halaman depan NKRI yang perlu di atur sedemikian rupa agar tampak menarik yang diindikasikan oleh potret masyarakat perbatasan yang sejahtera dan dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai. Program ini penting sebagai dukungan terhadap kebijakan nasional dan Provinsi NTT untuk memajukan rakyat perbatasan yang masih tertinggal. Ukuran keberhasilan pembangunan kawasan perbatasan ini ditandai dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan, meningkatnya perekonomian, pendidikan dan kesehatan masyarakat perbatasan. Program ini adalah program kewilayahan yang ditangani oleh beberapa SKPD karena biayanya melekat pada SKPD tersebut, namun secara operasional perlu wadah yang berfungsi untuk merencanakan. mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaanya.
Hasil peneliti ditemukan bahwa perhatian pemerintah melalui satuan kerja perangkat daerah masih rendah sebab, setiap usulan untuk ditempatkan pada titik-titik perbatasan belum dijadikan sebagai pertimbangan dalam perencanaan pembangunan.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Upaya pemerintah daerah kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam pelaksanaan musrenbang terus dilakukan guna mencapai pembangunan yang sudah direncanakan. Penjaringan aspirasi masyarakat harus perlu dilakukan sehingga apa yang sudah di usulkan atau keinginan dari masyarakat bisa tercapai. Hal ini harus diperhatikan oleh pemerintah daerah di dalam melaksanakan musrenbang sebab, berdasarkan pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa program yang di usulkan oleh masyarakat bisa diserap dengan baik namun pada kenyataanya masyarakat kecewa dengan hasil dari pelaksanaan musrenbang tersebut. Peraturan kepala badan nasional pengelolaan perbatasan (BNPP) Nomor 10 tahun 2012 pasal 1 poin 3 menjelaskan bahwa kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat kawasan perbatasan berada di kecamatan. Pengertian kawasan perbatasan negara Semua pendapat di atas tidak sejalan dengan teorinya Muluk, (2007), bahwa musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)., pada hakekatnya adalah mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom up. Dengan mekanisme ini diharapkan adanya keterlibatan masyarakat sejak awal dalam proses pembangunan. Selain itu, kajian teori yang telah dipaparkan ditenggarai tidak sejalan dengan hasil penelitian ini karena proses perencanaan yang tidak menerapkan secara utuh perencanaan yang bersifat bottom up, karena, pada tingkat musrenbang di daerah hampir sebagian program usulan dari masyarakat khususnya tingkat desa/kelurahan, maupun kecamatan tidak terakomodir.
Kondisi demikian sangat bertentangan dengan konsepnya Muluk, bahwa; musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) pada dasarnya adalah mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom up. Konsep musyawarah menunjukan bahwa forum musrenbang bersifat partisipatif dan dialogis. Dengan demikian dikatakan bahwa musrenbang merupakan suatu bentuk paradigma baru dalam sistem perencanaan pembangunan di Indonesia pada umumnya karena telah memberikan tempat bagi penghargaan terhadap hak-hak masyarakat dalam menentukan sendiri kebutuhan dan permasalah yang akan diusulkan kepada pemerintah untuk dapat di tanggulangi.
Pada sisi lain, pelaksanaan musrenbang di kabupaten TTU menunjukan hasil yang kurang maksimal, hal ini tercermin dalam prioritas kebutuhan masyarakat di tingkat desa dan kelurahan tetapi tidak dimunculkan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Berdasarkan pengamatan dilapangan diketahui bahwa pelaksanaan musrenbang sudah berjalan dengan baik namun belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Diketahui bahwa, seluruh prioritas usulan kegiatan yang diajukan oleh masing-masing desa dan kelurahan di setiap kecamatan tidak semuanya terealisasi. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa tidak seluruhnya apa yang menjadi keinginan masyarakat dalam usulan program pembangunan sesuai dengan kondisi mereka. Lebih jauh dari hasil penelitian terhadap program perioritas yang mereka usulkan kemudian tidak terealisasi disebabkan oleh kepentingan politik yang lebih dominan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD). Dalam pengamatan para responden yang diwawancarai pada saat itu menggambarkan sistem perencanaan yang tidak konsisten antara apa yang direncanakan dengan pelaksanaanya. Hasil penelitian ini ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi hasil musrenbang diantaranya; keakuratan usulan kegiatan; ada kecenderungan bahwa usulan yang diajukan dalam musrenbang kecamatan merupakan rumusan elit kelurahan dan desa, sehingga partisipasi masyarakat sesungguhnya jauh dari harapan.

Rencana Strategis (Renstra)
Dalam kaitanya dengan sistem perencanaan pembangunan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2004 maka renstra merupakan bagian utuh dari manajemen kerja di lingkungan pemerintah. Khususnya dalam menjalankan agenda pembangunan yang tertuang dalam RPJMD, serta dijadikan pedoman bagi penyiapan Rencana Kerja (Renja) yang dalam penyusunanya mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Rencana Strategis (Renstra) merupakan bagian penting bagi daerah sejak di tetapkanya PP No. 108 tahun 2000 tentang tata cara pertanggung jawaban kepala daerah. Melihat begitu pentingnya renstra maka sudah menjadi kewajiban bagi organisasi pemerintahan agar mempersiapkan dokumen tersebut dalam rangka pelaksanaan pembangunan di daerah,
Kendati demikian, hasil penelitian ditemukan kesenjangan antara harapan dan kenyataan (dasein dan dassolen). Harapanya adalah, pemerintah daerah beserta seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) memanfaatkan strategi perencanaan pembangunan untuk meningkatkan peluang dalam pelaksanaan pembangunan serta mengendalikan hambatan dalam proses pembangunan yang dilaksanakan selama lima tahun, akan tetapi, sebagian besar satuan kerja perangkat daerah di kabupaten TTU justru dalam penyusunan rencana strategis, tidak memandang RPJMD sebagai pedoman atau acuan untuk menjadikan daerah perbatasan sebagai prioritas. Prioritas dalam konteks ini adalah kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Republik Timor Leste (Distric Oecussie). Jika rencana strategis (renstra) sudah tidak relevan dengan RPJMD sebagai pedomanya maka kenyataan ini berakibat pada membiasnya perencanaan dengan pelaksanaan pembangunan.
Pada sisi lain, sebagian besar satuan kerja perangkat daerah di kabupaten TTU kurang melakukan kerja sama dengan SKPD yang lain khususnya dengan badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) dalam mempersiapkan dokumen perencanaan sehingga dapat disinkronkan dengan dokumen lain. Kurangnya kerjasama ini di dilihat dari pengakuan para responden bahwa bukan saja dokumen perencanaan yang tidak sinergis akan tetapi sampai saat ini sebagian SKPD tidak memiliki rencana strategis (Renstra).

Faktor Pendukung dan Penghambat
Faktor pendukung internal meliputi: Adanya keinginan baik dari seluruh stakeholder untuk memperbaiki dan membenahi kualitas perencanaan; Garis lintas batas ini dibatasi oleh daratan; Tersedianya sarana dan prasarana pendukung; Menentukan strategi untuk menghadapi kekuatan dan penghambat perencanaan pembangunan. Faktor pendukung eksternal meliputi: Adanya kerjasama dengan NGO dan LSM; Potensi sumber daya alam di daerah perbatasan cukup mendukung; Pemerintah pusat memberikan bimbingan teknis dan pelatihan (Diklat) peningkatan kapasitas sumber daya manusia.bTerdapat beberapa faktor penghambat internal sebagai berikut: Tidak lengkapnya dokumen perencanaan pembangunan; Rencana kerja SKPD tidak sinkron dengan RPJMD; Rendahnya kualitas sumber daya manusia; Anggaran belanja pembangunan tidak berimbang. Sedangkan faktor penghambat eksternal meliputi: Tingkat pendidikan masyarakat daerah perbatasan relatif rendah.

KESIMPULAN
Penulis menyimpulkan menjadi beberapa hal diantaranya:
1.       Dalam wilayah perencanaan, masih terdapat inkonsistensi antara apa yang dirumuskan dalam dokumen rencana pembangunan daerah, baik Renstra maupun RPJMD dengan kegiatan atau aktivitas yang dilaksanakan. Kualitas SDM pemerintah yang belum sepenuhnya mampu mendukung garis kebijakan yang dirancang.
2.       Dokumen perencanaan pembangunan daerah bagi setiap satuan kerja perangkat daerah masih belum lengkap.

SARAN
Dari hasil penelitian ini, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:
1.       Pemerintah kabupaten TTU perlu meningkatkan kualitas pembangunan pada titik-titik perbatasan antara daerah enclave Oecussie Negara Republik Democratik Timor Leste.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penulisan jurnal ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam penyusunan ini penulis mendapat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini penulis patut menyampaikan limpah terima kasih kepada:
1.       Dr. Imam Hanafi, Msi.,
2.       Dr. Irwan Noor, MA.,
3.       Maria Yovita Luti, S.Pd
4.       Maria Silvi Sandra Nesi
5.       Aprisantika virzy Taus
6.       Lusia Taena
7.       Aloyesius Taus

Kiranya semua amal baik yang telah diberikan kepada penulis selalu diberkati oleh Tuhan yang maha kuasa

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yunita. (2010). Anggaran Berbasis Kinerja: Penyusunan APBD Secara Komprehensif. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.
Bratakusumah Supriady, Dedy. (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah:Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Miles Matthew, Huberman Michael. (2007). Analisis Data Kualitatif, (Terjemahan  Qualitative Data Analysis oleh Tjetjep Rohendi Rohidi). Universitas Indonesia. Jakarta.
Nugroho R, Wrihatnolo. (2011). Manajemen Perencanaan Pembangunan (Sebuah Panduan Sederhana Untuk Menyusun Dokumen Rencana Pembangunan Menurut Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional/SPPN). PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Siagian P, Sondang. (1982). Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi dan Strateginya. PT. Gunung Agung. Jakarta.
Sjafrizal. (2009). Teknik Praktis: Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Baduose Media.

Wu, Chung-Tong. (2001). Cross-Border Development in a Changing World: Redefining Regional Development Policies, In Edgington, David W. et.al.(eds). New Regional Development Paradigms, Vol. 2, p.21-36. London: Greenwood press.

0 komentar :

Posting Komentar