PEMBANGUNAN DAERAH PERBATASAN
(Studi Kabupaten Timor
Tengah Utara (TTU) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)-Negara
Republic Democratik Timor Leste (RDTL)
Wilfridus Taus 11*, Dr. Imam Hanafi, Msi 22*, Dr.
Irwan Noor, MA 33*
Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas
Brawijaya
Abstrak
Pembangunan daerah perbatasan lebih penting karena perbatasan antar negara
menjadi pintu gerbang negara secara keseluruhan. Untuk menegakan pembangunan
daerah perbatasan sedemikian itu dengan mengikuti perubahan paradigma yang menggabungkan proses
perencanaan pembangunan dari atas (top down) dengan mempertimbangkan usulan dari bawah (bottom up), maka pola pendekatan dalam perencanan itu diintegrasikan dalam suatu
dokumen perencanaan yang sinergis. Dokumen perencanaan pembangunan yang tidak
sinergis dan tidak lengkap sebagai hasil
penelitian di daerah
perbatasan kabupaten Timor Tengah Utara dengan negara Republik Democratik Timor
Leste (NRDTL) mengakibatkan proses perencanaan yang lebih di dominasi oleh
pendekatan top down serta pendekatan politik. Dengan didominasi oleh pendekatan
itu sehingga implementasi program perencanaan pembangunan belum memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang mendesak di daerah perbatasan.
Kata Kunci: Pembangunan Daerah Perbatasan.
Abstract
Border-region development
must be more important because international border is called as national gate.
The enforcement of border-region development has followed a paradigm change
which combines between planning the development process from the top level (top-down) and considering the advice
from below (bottom-up). Research is
conducted at the border-region between Timor Tengah Utara District (TTU) and
Oecusi District at Republic of Democratic Timor Leste (NRDTL). Research method
is qualitative descriptive method. Planning is still dominated by top-down
approach and political approach. As a result, transportation access,
communication, health care and education are unresolved serious problems. The
integration of planning in the Development Planning Assembly (Musrenbang),
Community Empowerment National Program (PNPM), and Non-Governmental Organization (NGO) are the supporting factors.
Incomplete development planning document and less optimum use of development
budget are the factors constraining the planning of border-region development.
It is concluded that development planning at low level and development planning
at local level remain inconsistent.
Keywords : Border Region Development
PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, proses
perencanaan pembangunanya masih mempunyai peranan yang sangat besar sebagai
alat untuk mendorong dan mengendalikan proses pembangunan secara lebih cepat,
dan terarah. Salah satu alasanya karena terdapat begitu banyak pulau-pulau dan
daerah-daerah yang terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
sehingga berdampak pada persebaran informasi belum merata ke seluruh tempat dan
juga keterbatasan prasarana dan sarana penghubung. Dengan demikian, idealitas
“perencanaan” merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang di
inginkan. Menurut Waterston (1965, h.26), bahwa pada hakekatnya perencanaan
adalah usaha yang secara sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan guna
memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Kunarjo (2002, h.14) menyebut perencanaan sebagai; “Suatu proses
penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang
yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu”.
Kondisi seperti ini, menuntut kesadaran dari pemerintah pusat agar tidak
hanya melakukan proses perencanaan pembangunan
pada tingkat nasional yang bersifat sentralistis (Sentralisasi), tetapi harus memberikan kewenangan yang bersifat
desentralistis (Desentralisasi)
kepada daerah-daerah untuk turut merencanakan (proses perencanaan pembangunan).
Hubungan perencanaan pembangunan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat
di sederhanakan oleh Nugroho dan Wrihatnolo (2011, h.56) artinya Proses
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) harus mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). RPJM kemudian di jabarkan ke dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah
Daerah), kemudian menyusun Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP yang memuat
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat. Kendati demikian, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus
mempunyai perhatian yang lebih terhadap daerah-daerah perbatasan, kemudian
dijadikan sebagai prioritas pembangunan. Prioritas pembangunan daerah perbatasan yang sudah dituangkan
dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor
5 tahun 2010, Bappenas (2003), menempatkan wilayah perbatasan sebagai salah
satu prioritas pembangunan bangsa. Propinsi NTT sebagai
daerah perbatasan yang berbatasan langsung dengan dua negara sekaligus, yakni
Australia dan Negara baru Republik Timor Leste. Dengan itu, propinsi NTT sangat
perlu menjadikan pembangunan daerahnya sebagai prioritas.
Dalam Penjabaran RPJMD tahun 2009-2013 propinsi NTT menjadi 8 (delapan)
agenda pembangunan. Kedelapan agenda tersebut diakronimkan dengan sebutan Anggur
Merah (Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera). Agenda-agenda ini sesungguhnya
jauh lebih penting bagi kesejahteraan masyarakat NTT selanjutnya, sehingga
dalam rancangan penyusunan RPJMD periode 2013-1018 masih tetap program tersebut,
salah satunya adalah: Agenda khusus: penanggulangan kemiskinan, pembangunan
daerah perbatasaan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan daerah rawan
bencana. Kesinergian dalam konteks ini,
daerah-daerah kabupaten/kota yang berada di propinsi NTT
dan posisi letaknya berbatasan langsung dengan negara tetangga khususnya
Republik Denocratic Timor Leste (NRDTL) baik darat maupun laut maka sekiranya
mengejawantahkan kesinergian dimaksud. Terkait dengan itu, salah satu kabupaten
yang berbatasan darat dengan negara baru Republik Democratik Timor Leste
(NRDTL) adalah kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sudah harus menjadikan pembangunanya sebagai agenda khusus yang harus di prioritaskan.
Artinya, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang
berbatasan dengan daerah Distric
Oeccussie Negara Republik Demokratik Timor Leste, perlu di dorong untuk meningkatkan pembangunanya di segala sektor. Untuk
meningkatkan pembangunan di segala bidang dan sektor sebagaimana yang telah
diamanatkan melalui RPJMD dan RTRW propinsi maka pemerintah kabupaten TTU
seyogyanya menjadikan pembangunan daerah sebagai daerah perbatasan sebagai
prioritas. Akan tetapi dalam RPJMD Kabupaten TTU periode
2011-2014 tidak tersirat mengenai pengembangan daerah sebagai daerah perbatasan
yang mestinya di jadikan sebagai agenda khusus. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Perencanaan Pembangunan daerah Perbatasan? (Studi Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU)
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)-Negara
Republic Democratik Timor Leste (RDTL). Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan pembangunan daerah perbatasan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Politik
Siagian
(1982, h.39), menafsirkan pendekatan politik pada proses dan tindakan politik pembangunan.
Dijelaskanya lagi bahwasanya; “Pada
suatu negara yang terbelakang ada tiga tahap penting yang perlu dilalui dalam
rangka pertumbuhan dan perkembangan politik dalam rangka pembangunan nasional, salah satunya adalah menciptakan
stabilitas politik, selanjutnya stabilitas politik tidak boleh dijadikan
sebagai tujuan pembangunan di bidang politik”. Dalam pada itu stabilitas
politik itu pada fase pertama mutlak diperlukan sebagai landasan yang kuat
untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Pendekatan Teknokratik
Untuk
mencapai titik kebenaran dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD), pendekatan teknokratik memilih beberapa hal yang mesti dilaksanakanya,
yakni; (1) Review
menyeluruh tentang kinerja pembangunan tahun lalu; (2) Rumusan status, kedudukan kinerja penyelenggaraan urusan wajib/pilihan
pemerintahan daerah masa kini; (3) Rumusan
peluang dan tantangan ke depan yang mempengaruhi penyusunan RKPD; (4) Rumusan tujuan, strategi, dan kebijakan
pembangunan; (5) Pertimbangan
atas kendala ketersediaan sumberdaya dan dana (kendala fiskal daerah); (6) Rumusan dan prioritas program dan kegiatan
SKPD berbasis kinerja; (7)Tolok
ukur dan target kinerja capaian program dan kegiatan dengan mempertimbangkan
Standar Pelayanan Minimal; (8)Tolok
ukur dan target kinerja keluaran; (10)Tolok
ukur dan target kinerja hasil; (11) Pagu
indikatif program dan kegiatan; (12) Prakiraan
maju pendanaan program dan kegiatan untuk satu tahun berikutnya; (13) Kejelasan siapa bertanggungjawab untuk
mencapai tujuan, sasaran dan hasil,
serta waktu penyelesaian, termasuk review kemajuan pencapaian sasaran.
Pendekatan Partisipatif
Mustopadidjaja, Dkk (2012, h.418),
secara permisif sedikit mengkritisi kinerja
pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat dan
cara-cara mengikut-sertakan masyarakat untuk proses pembangunan, yakni: “Peningkatan
kualitas pembangunan yang inklusif dan berkeadilan tetap menjadi agenda prioritas
pemerintahan, mengingat pelaksanaan agenda keadilan sampai saat ini belum mampu
mewujudkan sepenuhnya hasil yang diinginkan.
Penyebabnya antara lain proses pembangunan yang partisipatif belum banyak
diterapkan, sehingga keadilan dan keikutsertaan masyarakat secara luas belum
berjalan sebagaimana mestinya”.
Pendekatan Top-Down
Pendekatan
top-down lebih diartikan sebagai;
tata cara dan mekanisme penyusunan rencana pembangunan daerah, di
sinergikan dengan program-program yang telah direncanakan oleh pemerintah
pusat. Dasar Pemikiran ini mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang
secara teknis melaksanakan konsep perencanaan berdasarkan pendekatan tersebut. Prosedur dan mekanisme rencana kerja pemerintah daerah ini akan menjadi
kekuatan besar, jika pendekatannya dijadikan sebagai pendukung dan penunjang
Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD), sebab Sabatier dalam ekowati (2009:129)
telah merumuskan tiga kekuatan yang dimiliki oleh top down yaitu:
1.
Aspek penting dari
kebijakan telah dikonfirmasi dan dirumuskan secara gamblang.
2.
Variabel yang potensial
mempengaruhi pencapaian sasaran-sasaran fokus secara relatif dapat dikontrol
3.
Menghindari penilaian
negatif kepada peforma birokrasi pemerintah.
Tidak hanya kekuatan saja, tetapi masih ada juga kelemahan dari pada
pendekatan top-down yang dijelaskan
lebih lanjut oleh Sabatier dalam ekowati (2009, h.129), yaitu:
(1)
Sebuah kebijakan yang
dirumuskan secara berkelanjutan walau secara jelas telah dirumuskan,
menyulitkan pemerintah mengakui nuansa persoalan baru yang berkembang dalam
masyarakat.
(2)
Cenderung melahirkan
proses kebijakan publik yang tidak demokratis, bahkan sangat mungkin melahirkan
rezim politik yang otoritaria.
Pendekatan Bottom-Up
Proses
penjaringan aspirasi masyarakat dari tingkat bawah melalui tahapan musyawarah
di tingkat RT, tingkat Dusun, tingkat desa/kelurahan dan tingkat kecamatan yang
dilakukan secara terus-menerus, kemudian
ditetapkan di tingkat kabupaten sebagai inti kebutuhan masyarakat akan menjadi
sebuah wujud dari pada pendekatan
bottom-up. Meskipun demikian tetapi pendekatan
top-down dan pendekatan bottom-up, dalam pelaksanaan perencanaanya tidak
bisa dilepas-pisahkan, sebab kedua-duanya memiliki keterkaitan di dalamnya. Oleh sebabnya, Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa,
pendekatan atas-bawah (top down) dan
bawah atas (bottom up) dalam
perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses
atas-bawah (top-down) dan bawah atas (bottom-up) diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di
tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.
Strategi
Pembangunan Daerah Perbatasan
Secara umum dalam pengembangan daerah perbatasan diperlukan suatu pola atau
kerangka penanganan daerah perbatasan yang menyeluruh (holistik) meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta
koordinasi dan kerjasama secara efektif yang dimulai dari pemerintah pusat
sampai ke tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Pola penanganan tersebut dapat
dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro dan disusun
berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal maupun secara
vertikal dengan, sedangkan jangkauan pelaksanaanya bersifat strategis sampai
dengan operasional. Penulis mengadopsi pemikiranya Wanggai
(2012, h.258) yang dijadikan sebagai kesimpulan atas
penggunaan strategi khusus dimanfaatkan oleh pemerintah propinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT). Dikatakanya bahwa; “Propinsi NTT adalah wilayah Indonesia
yang perlu sentuhan kita semua. Kita menata perencanaan regional yang baik,
membenahi strategi dan kebijakan yang tepat, menguatkan kelembagaan, dan
mengalokasikan dana yang efektif. Semoga dengan begitu, percepatan pembangunan
di daerah ini bisa membawa kemajuan bagi rakyat NTT dan tentunya dapat
mewujudkan Tanah Timor Lebe Bae!.”
METODE
PENELITIAN
Data
yang akan terkumpul dalam penelitian ini adalah
data deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka dari naskah
wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau
memo dan dokumen resmi lainya, pertanyaan dengan kata tanya, mengapa, alasan apa dan bagaimana terjadinya
akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti,
Moleong (2009). Dengan fokus penelitian ini adalah: Perencanaan pembangunan daerah perbatasan yang dikelompokan
menjadi 3 (tiga) bagian diantaranya: dokumen perencanaan; musyawarah
perencanaan pembangunan; dampak perencanaan pembangunan. Selanjutanya
menganalisis faktor pendukung dan penghambat perencanaan pembangunan yang dapat
dirincikan ke dalam 2 (dua) bagian yakni: Faktor pendukung internal dan
eksternal; Faktor penghambat internal dan eksternal.
PEMBAHASAN
Perencanaan Pembangunan Daerah
Dalam Rencana Kerja (RKPD) badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda)
memperlihatkan bentuk perencanaan tahunan dari bappeda yang dilaksanakan pada
tahun 2013, perencanaan ini melingkupi seluruh kecamatan termasuk
kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Timor
Leste, selain itu, dalam RKPD tersebut telah mengakomodasikan seluruh
bidang-bidang yang sangat perlu dan dibutuhkan, seperti infrastruktur jalan,
jembatan, peningkatan perekonomian masyarakat, peningkatan sarana pendidikan,
dan kesehatan. Meskipun dalam rancangan usulan perencanaan pembangunan itu
diketahui bahwa prioritas pembangunan daerah perbatasan tidak terlalu nampak
namun kewenangan daerah kabupaten untuk mengelola kawasan perbatasan
sangat terbatas, karena sebagian besar kewenangan
pengelolaanya masih berada di pada pemerintah pusat. Kendati demikian,
Kabupaten TTU tetap memprioritaskan pengembangan kawasan perbatasan sebagai
kawasan strategis daerah.
Dalam
konteks ini, pemerintah kabupaten TTU memandang perbatasan sebagai halaman
depan NKRI yang perlu di atur sedemikian rupa agar tampak menarik yang diindikasikan oleh
potret masyarakat perbatasan yang sejahtera dan dilengkapi dengan infrastruktur
yang memadai. Program ini penting sebagai dukungan terhadap kebijakan nasional
dan Provinsi NTT untuk memajukan rakyat perbatasan yang masih tertinggal. Ukuran keberhasilan pembangunan
kawasan perbatasan ini ditandai dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur
di kawasan perbatasan, meningkatnya perekonomian, pendidikan dan kesehatan
masyarakat perbatasan. Program ini adalah program kewilayahan yang ditangani
oleh beberapa SKPD karena biayanya melekat pada SKPD tersebut, namun secara operasional perlu wadah yang
berfungsi untuk merencanakan.
mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaanya.
Hasil peneliti ditemukan bahwa perhatian pemerintah melalui satuan kerja
perangkat daerah masih rendah sebab, setiap usulan untuk ditempatkan pada
titik-titik perbatasan belum dijadikan sebagai pertimbangan dalam perencanaan
pembangunan.
Musyawarah Perencanaan
Pembangunan
Upaya pemerintah daerah kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam
pelaksanaan musrenbang terus dilakukan guna mencapai pembangunan yang sudah
direncanakan. Penjaringan aspirasi masyarakat harus perlu dilakukan sehingga
apa yang sudah di usulkan atau keinginan dari masyarakat bisa tercapai. Hal ini
harus diperhatikan oleh pemerintah daerah di dalam melaksanakan musrenbang
sebab, berdasarkan pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa program yang di
usulkan oleh masyarakat bisa diserap dengan baik namun pada kenyataanya
masyarakat kecewa dengan hasil dari pelaksanaan musrenbang tersebut. Peraturan kepala
badan nasional pengelolaan perbatasan (BNPP) Nomor 10 tahun 2012 pasal 1 poin 3
menjelaskan bahwa kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang
terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain,
dalam hal batas wilayah negara di darat kawasan perbatasan berada di kecamatan.
Pengertian kawasan perbatasan negara Semua pendapat di atas tidak sejalan dengan teorinya Muluk, (2007), bahwa
musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)., pada hakekatnya adalah
mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom up. Dengan mekanisme ini diharapkan adanya keterlibatan
masyarakat sejak awal dalam proses pembangunan. Selain itu, kajian teori yang
telah dipaparkan ditenggarai tidak sejalan dengan hasil penelitian ini karena
proses perencanaan yang tidak menerapkan secara utuh perencanaan yang bersifat bottom up, karena, pada tingkat
musrenbang di daerah hampir sebagian program usulan dari masyarakat khususnya
tingkat desa/kelurahan, maupun kecamatan tidak terakomodir.
Kondisi demikian sangat bertentangan dengan konsepnya Muluk, bahwa; musyawarah
perencanaan pembangunan (Musrenbang) pada dasarnya adalah mekanisme perencanaan
pembangunan yang bersifat bottom up.
Konsep musyawarah menunjukan bahwa forum musrenbang bersifat partisipatif dan
dialogis. Dengan demikian dikatakan bahwa musrenbang merupakan suatu bentuk
paradigma baru dalam sistem perencanaan pembangunan di Indonesia pada umumnya
karena telah memberikan tempat bagi penghargaan terhadap hak-hak masyarakat
dalam menentukan sendiri kebutuhan dan permasalah yang akan diusulkan kepada
pemerintah untuk dapat di tanggulangi.
Pada sisi lain, pelaksanaan musrenbang di kabupaten TTU menunjukan hasil
yang kurang maksimal, hal ini tercermin dalam prioritas kebutuhan masyarakat di
tingkat desa dan kelurahan tetapi tidak dimunculkan dalam anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD). Berdasarkan pengamatan dilapangan diketahui bahwa
pelaksanaan musrenbang sudah berjalan dengan baik namun belum sepenuhnya sesuai
dengan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Diketahui bahwa,
seluruh prioritas usulan kegiatan yang diajukan oleh masing-masing desa dan
kelurahan di setiap kecamatan tidak semuanya terealisasi. Kondisi ini
memberikan gambaran bahwa tidak seluruhnya apa yang menjadi keinginan
masyarakat dalam usulan program pembangunan sesuai dengan kondisi mereka. Lebih
jauh dari hasil penelitian terhadap program perioritas yang mereka usulkan
kemudian tidak terealisasi disebabkan oleh kepentingan politik yang lebih
dominan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD). Dalam pengamatan para responden
yang diwawancarai pada saat itu menggambarkan sistem perencanaan yang tidak
konsisten antara apa yang direncanakan dengan pelaksanaanya. Hasil penelitian
ini ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi hasil musrenbang
diantaranya; keakuratan usulan kegiatan; ada kecenderungan bahwa usulan yang
diajukan dalam musrenbang kecamatan merupakan rumusan elit kelurahan dan desa,
sehingga partisipasi masyarakat sesungguhnya jauh dari harapan.
Rencana Strategis (Renstra)
Dalam kaitanya dengan sistem perencanaan pembangunan nasional sebagaimana
yang telah diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2004 maka renstra merupakan bagian
utuh dari manajemen kerja di lingkungan pemerintah. Khususnya dalam menjalankan
agenda pembangunan yang tertuang dalam RPJMD, serta dijadikan pedoman bagi
penyiapan Rencana Kerja (Renja) yang dalam penyusunanya mengacu pada Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Rencana Strategis (Renstra) merupakan bagian
penting bagi daerah sejak di tetapkanya PP No. 108 tahun 2000 tentang tata cara
pertanggung jawaban kepala daerah. Melihat begitu pentingnya renstra maka sudah
menjadi kewajiban bagi organisasi pemerintahan agar mempersiapkan dokumen
tersebut dalam rangka pelaksanaan pembangunan di daerah,
Kendati demikian, hasil penelitian ditemukan kesenjangan antara harapan dan
kenyataan (dasein dan dassolen). Harapanya
adalah, pemerintah daerah beserta seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
memanfaatkan strategi perencanaan pembangunan untuk meningkatkan peluang dalam
pelaksanaan pembangunan serta mengendalikan hambatan dalam proses pembangunan
yang dilaksanakan selama lima tahun, akan tetapi, sebagian besar satuan kerja
perangkat daerah di kabupaten TTU justru dalam penyusunan rencana strategis,
tidak memandang RPJMD sebagai pedoman atau acuan untuk menjadikan daerah
perbatasan sebagai prioritas. Prioritas dalam konteks ini adalah
kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Republik
Timor Leste (Distric Oecussie). Jika
rencana strategis (renstra) sudah tidak relevan dengan RPJMD sebagai pedomanya
maka kenyataan ini berakibat pada membiasnya perencanaan dengan pelaksanaan
pembangunan.
Pada sisi lain, sebagian besar satuan kerja perangkat daerah di kabupaten
TTU kurang melakukan kerja sama dengan SKPD yang lain khususnya dengan badan
perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) dalam mempersiapkan dokumen
perencanaan sehingga dapat disinkronkan dengan dokumen lain. Kurangnya
kerjasama ini di dilihat dari pengakuan para responden bahwa bukan saja dokumen
perencanaan yang tidak sinergis akan tetapi sampai saat ini sebagian SKPD tidak
memiliki rencana strategis (Renstra).
Faktor Pendukung dan
Penghambat
Faktor pendukung internal meliputi: Adanya keinginan baik dari seluruh stakeholder untuk memperbaiki dan
membenahi kualitas perencanaan; Garis lintas batas ini dibatasi oleh daratan; Tersedianya sarana dan prasarana pendukung; Menentukan
strategi untuk menghadapi kekuatan dan penghambat perencanaan pembangunan. Faktor
pendukung eksternal meliputi: Adanya kerjasama dengan NGO dan LSM; Potensi
sumber daya alam di daerah perbatasan cukup mendukung; Pemerintah pusat
memberikan bimbingan teknis dan pelatihan (Diklat) peningkatan kapasitas sumber
daya manusia.bTerdapat beberapa faktor penghambat internal sebagai berikut: Tidak lengkapnya dokumen perencanaan pembangunan; Rencana kerja SKPD tidak
sinkron dengan RPJMD; Rendahnya kualitas sumber daya manusia; Anggaran belanja
pembangunan tidak berimbang. Sedangkan faktor penghambat eksternal meliputi: Tingkat
pendidikan masyarakat daerah perbatasan relatif rendah.
KESIMPULAN
Penulis menyimpulkan menjadi beberapa hal diantaranya:
1.
Dalam wilayah perencanaan, masih
terdapat inkonsistensi antara apa yang dirumuskan dalam dokumen rencana
pembangunan daerah, baik Renstra maupun RPJMD dengan kegiatan atau aktivitas
yang dilaksanakan. Kualitas SDM pemerintah yang belum
sepenuhnya mampu mendukung garis kebijakan yang dirancang.
2.
Dokumen perencanaan
pembangunan daerah bagi setiap satuan kerja perangkat daerah masih belum
lengkap.
SARAN
Dari hasil penelitian ini, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai
berikut:
1.
Pemerintah kabupaten TTU perlu
meningkatkan kualitas pembangunan pada titik-titik perbatasan antara daerah
enclave Oecussie Negara Republik Democratik Timor Leste.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga
penulisan jurnal ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam penyusunan
ini penulis mendapat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis patut menyampaikan limpah terima kasih kepada:
1.
Dr. Imam Hanafi, Msi.,
2.
Dr. Irwan Noor, MA.,
3.
Maria Yovita Luti, S.Pd
4.
Maria Silvi Sandra Nesi
5.
Aprisantika virzy Taus
6.
Lusia Taena
7.
Aloyesius Taus
Kiranya semua
amal baik yang telah diberikan kepada penulis selalu diberkati oleh Tuhan yang
maha kuasa
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yunita. (2010). Anggaran Berbasis Kinerja: Penyusunan APBD
Secara Komprehensif. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.
Bratakusumah
Supriady, Dedy. (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah:Strategi Menggali
Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Miles Matthew, Huberman Michael. (2007). Analisis Data Kualitatif,
(Terjemahan Qualitative Data Analysis
oleh Tjetjep Rohendi Rohidi). Universitas Indonesia. Jakarta.
Nugroho R,
Wrihatnolo. (2011). Manajemen Perencanaan Pembangunan (Sebuah Panduan Sederhana
Untuk Menyusun Dokumen Rencana Pembangunan Menurut Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional/SPPN). PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Siagian P, Sondang.
(1982). Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi dan Strateginya. PT. Gunung
Agung. Jakarta.
Sjafrizal. (2009). Teknik
Praktis: Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Baduose Media.
Wu,
Chung-Tong. (2001). Cross-Border Development in a
Changing World: Redefining
Regional Development Policies, In Edgington, David W. et.al.(eds). New Regional Development
Paradigms, Vol.
2, p.21-36. London: Greenwood press.
0 komentar :
Posting Komentar